February 28, 2013

Ngelunjak

Sebagai wanita normal aku masih punya hal-hal "kewanitaan" natural. Sensitif, perhatian, khawatir, panik, marah, cemburu, bahkan.... centil.
Tapi beberapa hari ini Gaea sepertinya mengirimkan angin-angin lembut yang membawa kejantanan supaya aku jadi seperti Athena setengah Hercules.
Bim salabim... tadaaa! Say hi to "the realistic" egy. Itu yang aku tulis di milisku kepada teman di Australia beberapa hari lalu.
Ya, aku menjadi wanita yg semakin logis, cuek, dan apa adanya.
Pertanyaannya, kenapa sikap-sikap seperti itu menjadikanku dihujani banyak pertanyaan "kamu kenapa?"
Memang wanita tidak wajar kalau logis dan cuek untuk hal-hal yg tidak seberapa penting?
Oke.. Oke.. si Venus memang cenderung lebih memperhatikan hal-hal detail yang selalu tidak dihiraukan oleh si Mars.

Hoopla! Oke aku kena karmanya di malam tadi. Sebagaimana "natural"nya wanita yang juga punya memori-memori manis, si "aku" juga ingin memiliki mereka lagi. 
Detailnya masih sama, polanya juga tidak berubah, lebih hebatnya lagi yg ini bisa-bisa merubah rencana beberapa tahun ke depan, hebat bukan?
kamu tidak lupa kan aku "sedang" jadi wanita yang logis?
Kemudian angan bertabrakan dengan logika, jadilah doa yang bahkan untuk kuucapkan saja aku takut disangka Tuhan ngelunjak
Aku menulisnya malu-malu sampai kulipat kertasnya rapat. isinya kurang lebih begini:

"God may I ask for your favour to set the role as this : 
Biarkan seorang yang luar biasa ini terlahir sebagai lelaki hebat yang melindungi dengan segala asa dan turut menghalau aralku, yang kau berikan keluasan tanpa batas untuk melakukan itu semua. Tanpa harus ada takut untuk mencinta, segan untuk merindu, dan malu untuk mendamba.
Aku tahu betapa tidak tahu dirinya aku meminta hal sebodoh dan setinggi ini padahal Kau sudah memberikan yg lebih.
Aku pasrah dalam rencanaMu dan bagaimana Kau mengabulkannya. Aku juga ikhlas kalau ternyata yg aku minta ini tidak sesuai dengan apa yg sudah jauh-jauh Kau tulis dulu"

Untuk Tuhan yang pernah menciptakan rasa - mengambilnya - menjauhkannya - menerbangkannya - hingga ia mati di udara dan singgah ke bumi yang (sialnya) menghinggap lagi seperti dulu. Uh!

February 11, 2013

Disana aku masih membiarkanmu tergantung


Langit Frankfurt, 22 April 2009

Aku baru saja mendarat sejak 18 jam lalu meninggalkan kehangatan rumah, sapaan pagi hari ayah ibu dan adik, dan bekas pijakan dasarku disana.
Bergegas menemui guru sekaligus pembimbingku yg sudah duduk di meja penyambutan lengkap dengan bratwurst untuk makan malam kami.
Mataku tertuju pada satu persatu peserta yg mulai meninggalkan bahasa masing-masing sama sepertiku, dan saling berbincang tentang eloknya negara mereka
Laut, pantai, dan tanah kami adalah topik yg selalu aku hadirkan di berbagai perbincangan hangat pada kesempatan apanpun.
Disana aku belajar untuk beradaptasi dengan berbagai cara mereka berpakaian, gesture yang menyebalkan, sampai tatapan mata tajam yg bikin ngamuk.

Langit Frankfurt petang itu seakan menjadi sendratari bagi kerja payahku 3 bulan menjelang keberangkatan.
Bagaimana aku pernah menggantungkan mimpiku tinggi-tinggi disini (dari Indonesia)
Setiap malam aku berusaha menyentuhkan hatiku pada Allah, karena tanpa aku bisikkan sekalipun Ia dapat membacanya.


Di Frankfurt, 4 tahun lalu angin menitipkan salam untukku pagi itu yg sedang berjerih payah mengerjakan soal-soal ujian nasional yg (sementara itu) menjegal aku untuk tidak berdiri di bawah langit tempat aku menggantungkan mimpiku tinggi-tinggi.
Aku ingat betul bagaimana aku memutar filmku sendiri saat harusnya aku berkonsentrasi pada tes kelulusan ini.
Bagaimana roda tiba-tiba berbalik dengan cepat dan semakin menjauhkan aku dari langit tempat mimpiku tergantung.
Bagaimana aku rasanya ingin berontak melihat sesuatu yg sudah ku genggam tiba-tiba sudah tidak ada di genggaman


seperti balon udara berwarna warni di tengah langit senja yang memberikan kontras.
begitulah aku menatap mimpiku sedang dijunjung langit yg tinggi, terlihat sangat jelas diantara redupnya senja.
biarkan mimpiku memiliki warna bahkan cahayanya sendiri, bukan bercahaya karena bias dari teriknya siang, buktinya ia tetap terlihat jelas meskipun sedang tak ada matahari di baliknya.
kalaupun saat itu aku sudah menaiki balon udaraku, mungkin saja angin belum membawaku ke langit Jerman atau sedang tidak memungkinkan untuk menjemputnya.




di Langit Frankfurt, aku masih menggantungkan mimpiku melayang disana.
Menjadi tujuan dari lajur berlariku.
Menjadi kontras saat senjaku, agar aku masih bisa tetap menatapnya.
Biarkan menjadi doa-doaku yg dekat dengan Allah.
Dan menjadi bahagiaku saat aku dapat menjemputnya.
Amin


February 9, 2013

Bahagiamu jawaban doamu

"Jadilah pasanganku di pelaminan dan pendampingku selamanya di sisa hidupku"

Siti akhirnya menjadi wanita pada fasenya.
Pulang ke pelukan ayahnya lalu menceritakan lelaki yang berani-beraninya membuat nafasnya tersengal.
Ayahnya tersenyum bangga, "Anakku wanita yang pandai memantaskan dirinya untuk laki-laki hebat itu"
Dalam beberapa kilo ke arah selatan lelaki sedang duduk disamping ibunya
"Sudah kunyatakan itu pada wanita yg kucintai, yg juga menyayangi ibu, menjaga adikku, dan menjunjung tinggi diriku, sesuai dengan permintaan ibuku"

February 8, 2013

Day 1: eksplanasi hati



Kita ini kadang suka menjadi wayang yang dalangnya juga kita sendiri.
Kemana saja selama ini cerita yang begini akhirnya.
Yasudahlah.
kita sudah menjadikan diri kita sebagai titik tujuan untuk jadi pemberhentian, bukan persinggahan.
Toh peluk kan selalu berpulang ke pundak yang tepat.
Lalu percayaku kini menjadi rasa yg memenuhi relungmu.
Kereta-kereta juga berhenti sekedar untuk menurunkan banyak restu dari Tuhan
Gemuruh yang kutabuh rupanya sudah membangunkan dewa-dewimu
Ramai-ramai berkeliling mengitar sambil menabur bunga
Harumnya semerbak memulangkan rindu tepat pada waktunya.
Meletakkan rasa juga tepat pada ruangnya
Menyisipkan doa untuk dijunjung murninya.
Ternyata pundakku tempat peluk-pelukmu berpulang.
Bagaimana lengan saling mendekap erat dan jemari menari lembut, sepasang mata juga terpejam tenang saat itu.
Kemudian biarkan semesta menyungging senyum untuk itu.
Meluap-luapkan bahagia, namun biarkan sewajarnya.
Karena masih ada kerikil yang harus dibereskan di jalan kita nanti.