October 10, 2012

Ah, Perempuan


Sebagai perempuan aku juga tidak paham mengapa kami membentuk sifat-sifat berikut ini. Bukan diciptakan dengan sifat-sifat seperti ini. Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang buruk bahkan hingga sifat perempuan sekalipun. Bahkan perempuan sering digambarkan sebagai keelokan yang mampu menyentuh, membangkitkan, atau bisa jadi menjerumuskan. Sering kali setelah mematikan laptop aku kemudian menelisik bayang-bayang pantulan diriku di layar. Susah sekali menemui bekas jerawat di dagu yang biasanya sangat nampak jika bercermin pakai kaca di atas wastafel. Noda itu terus bermain-main dengan bersembunyi. Harus dengan sudut dan posisi yang tepat untuk menemukannya. And, Gotcha! Ujung jari telunjukpun ikut caper dengan menyenggolnya sedikit. Cuma syarat.

Mungkin seperti itu bagaimana aku mencoba mengenali "keperempuan" di diriku dengan sifat-sifatnya yang terbentuk (bukan diciptakan). Aku harus menelisik ke dalam diri namun kadang buyar saat percaya diri mulai meninggi. Oh perempuan, mengapa kau begitu sensitif dan mudah terluka. Mungkin karena perempuan terlalu banyak menyimpan detail. Detail bau badan kekasih, sepatu lusuhnya, t-shirt dengan warna yang kumel, hingga rambut-rambut di bawah hidung dan di dagu yang mulai menebal. Detail-detail adalah kegemaran perempuan, tidak ingin melewatkan sekecil darinya yang nampak. Kuteknya tidak merata - aceton bekerja. Beberapa helai rambut tidak ikut terikat - sisir bekerja kembali. Begitulah detail yang ingin selalu dicatatnya.

Perasaan amburadul bisa jadi akibat dari terlalu memperhatikan setiap detail itu. Sudah tau kalimat-kalimat itu akan menjadi sangat menyebalkan, mengapa masih terus menelusur huruf demi hurufnya? Ah, perempuan. Aku tidak begitu tahu apakah "melankolis" juga termasuk sifat yang terbentuk (bukan tercipta) untuk perempuan. Berlama-lama bersedih lalu bangkit dan menertawakan masa-masanya sendiri saat merangkak ringkih. Ah, perempuan.

Kata mereka inilah ciptaan Tuhan yang nantinya akan dipasangkan Tuhan dengan dia-dia yang kokoh bak prajurit dengan dada membusung dan kantong busur panah digenggamnya dengan kuat. Lelaki. Kata mereka, lelaki yang kuat diciptakan untuk melindungi perempuan yang lemah. Ah masa iya? Kalau boleh aku memilih yang berperan sebagai penunggang kuda dan membawa tameng. Menurutku kami (perempuan) tidak (selalu) sepihak dengan kelemahan, begitu juga lelaki tidak (selalu) sepihak dengan kegagahan. Mungkin maksud Tuhan adalah menciptakan kami (perempuan dan lelaki) untuk saling menguatkan. Bagaimana dengan harus menjadi kuat seorang diri bagi perempuan?

Mungkin beberapa kali Tuhan menguji kami-kami sebagai perempuan untuk bangkit dengan sendiri meskipun dengan ringkih dan masih mengusap luka yang masih basah. Mungkin beberapa kali Tuhan mempertemukan kami dengan balon-balon cemburu yang tidak tahu harus diapakan. Lepaskan supaya ia pergi dan mengempes sendiri di udara. Atau memegang talinya erat dan diikatkan di pegangan pintu seperti yang biasa ku lakukan masa kecil lalu menjadikannya hiburan. Ataukah harus kami letuskan hingga suaranya memekakkan telinga? Ah perempuan.

Tidak masalah jika kami harus berdiri sendiri meskipun Tuhan melihat betapa ringkihnya kami saat terjatuh. Toh yang bermasalah adalah mereka-mereka yang tidak pernah yakin akan Tuhan dan tidak tahu dimana harus bersandar. Tidak masalah jika ketegaran juga harus kami cari di dasar oase asalkan berkeyakinan Tuhan akan selalu ada.

Sudah tidak jamannya menunggu prajurit gagah berani datang untuk memapah! Sekarang saatnya memiliki tamengnya sendiri. Sekarang saatnya melepas detail-detail yang kiranya akan mengganggu pulasnya malam nanti. Sekarang saatnya mengaudisi mana-mana detail yang harus disimpan dalam-dalam untuk kamu baca-baca saat tubuhmu mulai menggigil dan kopi malam menemani hingga larut. Sekarang saatnya bertindak pada balon-balon cemburu pemberian Tuhan yang selama ini diacuhkan.

Ah, perempuan.

No comments:

Post a Comment